Obrolan Saat Berteduh Bersama Penjual Cilok Kuah
Oleh: Sofyan Yuli Antonius
Hujan deras perjalanan dari Pracimantoro menuju rumah memberikan inspirasi dan akhirnya menjadi sebuah karya tulisan ini. Jumat (11/12/2020).
Seusai melaksanakan sholat Jumat di masjid Al Huda Sawahan Pracimantoro, saya melangkahkan kaki menuju tempat parkir motor. Dengan pelan-pelan mestarter motor dan melanjutkan perjalanan pulang. Dalam perjalanan saya harus berhenti dan mencari tempat berteduh karena hujan cukup deras di daerah Sawahan Pracimantoro.
Sembari menunggu hujan reda, saya gunakan waktu untuk menulis artikel yang saya unggah di blog. Artikel itu berjudul Kenapa Kok Semangat Berkarya Selalu Bahagia serta Sejahtera. Dari situlah muncul ide membuat tulisan.
Setelah agak reda saya pun melanjutkan perjalanan. Tepat berada di pasar Eromoko hujan lagi yang mengharuskan saya berhenti sejenak karena hujan cukup deras turunnya. Kurang lebih sepuluh menit lamanya saya menunggu di teras masjid Agung Eromoko akhirnya hujan pun reda.
Perjalanan dilanjutkan lagi. Ternyata langit masih diselimuti mendung hitam yang menandakan hujan masih ada di daerah Eromoko dan sekitarnya. Sesampainya di Ploso Mlopoharjo Wuryantoro saya harus berhenti lagi di masjid Ploso berteduh karena hujan deras disertai angin.
Ketika berteduh ini datanglah pedagang cilok kuah. Lumayanlah ada temannya jadi tidak sendirian. Bisa buat teman ngobrol. Saya pun menyempatkan menyapa dulu dan bertanya secara basa basi. Ternyata penjual cilok kuah ini asli orang Banyumas yang tinggal di daerah Gumiwang. Dia berjualan keliling dari dusun ke dusun di wilayah Wuryantoro.
"Sebenarnya saya ini dulunya jualan batagor ke sekolah-sekolah. Sejak ada korona saya berganti jualan cilok kuah. Lumayan bisa buat menyambung hidup dan kebutuhan keluarga," ujar mas Imam penjual cilok kuah keliling.
Dia pun bercerita, jualan cilok kuah ini menjadi pilihannya karena masyarakat masih ada yang butuh. Apalagi saat ini musim hujan pasti butuh yang hangat-hangat.
"Dagangan kalo laris itu pas setelah hujan reda. Banyak yang beli. Tapi pas hujan seperti ini saya harus mencari tempat berteduh biasanya saya berteduh di masjid," ungkapnya.
Saya pun bertanya kepada penjual cilok, setiap hari jualan berapa kilo? Dia menjawab setiap hari rata-rata membuat cilok tiga sampai empat kilo.
"Alhamdulillah setiap hari bisa laku dan laris jualannya. Kadang masih sedikit. Saya bersyukur di tengah pandemi Covid-19 ini jualan masih bisa laku. Saya jualan hanya pasrah saja kepada Allah SWT bagaimana mengatur rejeki uang untuk saya. Saya hanya berusaha saja semampu saya keliling menjajakan dagangan," ucapnya.
Sampai tulisan ini ditulis, saya masih berteduh di masjid Ploso karena hujan cukup masih mengguyur daerah Ploso Wuryantoro sekitarnya. Semoga hujan lekas reda dan saya bisa melanjutkan perjalanan pulang. (*)
0 komentar